Minggu, 03 Mei 2015

cerpen anak : sepeda



SEPEDA


Pagi hari Aldi hendak pergi ke sekolah. Dia menunggu Firman temannya datang menjemputnya. Tak lama Firman datang dengan sepeda barunya. “Wah sepeda baru ya ?” goda Aldi. “Hehe, iya dong. Ya udah ayo kita berangkat.” Kata Firman. Akhirnya mereka pun berangkat ke sekolah. “Sepeda Firman bagus juga ya.” kata Aldi dalam hati.
Saat di sekolah, bel istirahat berbunyi. “Al, ayo ke kantin.” Ajak Firman. “Nggak ah Man.  Lagian aku masih kenyang kok.” Kata Aldi. “Emangnya kamu udah sarapan ?” tanya Firman. “Udah kok. Kamu ajak teman yang lain aja ya.” kata Aldi. “Iya deh.” Kata Firman dan dia pergi. Sebenarnya Aldi ingin sekali ke kantin. Tapi uang sakunya harus dia tabung untuk membeli sepeda. Karena dia tak ingin merepotkan Firman yang setiap hari menjemputnya.
Sore hari Firman datang ke rumah Aldi. “Aldi..” teriak Firman dari depan rumah Aldi. Tak lama Aldi keluar. “Aldi main yuk.” Ajak Firman. “Main apa ? dan dimana ?” tanya Aldi. “Main bola Al. Dan nanti kita main balap sepeda juga.” Kata Firman. “Aku kan nggak punya sepeda Man.” Kata Aldi. “Nanti kan bisa gantian pake sepedaku.” Kata Firman. “Nggak ah, lagian aku lagi bantu ibuku bikin bakso. Lain kali aja ya Man.” Kata Aldi. “Ya udah, besok ya Al mainnya.” Kata Firman. “Insya Allah, kalau aku nggak sibuk.” Kata Aldi. Firman pun pergi.
 Setiap hari Aldi membantu kedua orang tuanya berjualan bakso. Setiap kali Aldi pulang berjualan dia selalu di beri uang oleh ayahnya. Dan uang itu ia tabung untuk membeli sepeda. Dia menabung di sebuah bank. Setiap hari sabtu Aldi ke Bank untuk menabung. Dan di sekolahnya Aldi juga tak pernah jajan lagi.
Pagi hari seperti biasa Firman menjemput Aldi. Firman memberikan sepedanya kepada Aldi. Aldi pun yang menyetir sepeda itu. Di perjalanan mereka pun saling ngobrol. “Man, kamu nggak ngerasa lain sama aku ?” tanya Aldi. “Maksudnya apaan sih Al ?” tanya Firman tak mengerti. “Maksudku kamu nggak pernah merasa kalau aku sering ngerepotin kamu ? setiap hari aku kan nebeng kamu terus.” Kata Aldi. “Ya ampun Al. Kamu mikir apa sih ? aku tuh malah nggak pernah mikir kaya gitu. Kamu nggak pernah ngerepotin aku kok. Wajar Al aku sering jemput kamu. Kita kan sahabat. Malah aku ngerasa aku yang sering bikin repot kamu.” Kata Firman. “Lo emangnya kamu pernah bikin repot aku ? kayanya nggak pernah deh Man.” kata Aldi. “Ada kok. Setiap hari aku bikin repot kamu. Kamu selalu aku suruh nyetir sepeda.” Kata Firman. “Hahahaha... itu wajar Man. Aku kan numpang sepeda kamu. Balasannya aku yang bawa sepedanya.” Kata Aldi. “Haha.. kamu bisa aja Al.” Kata Firman. “Bisalah. Eh, Man kalo aku udah punya sepeda gimana ?” tanya Aldi. “Yaa... aku nggak perlu bawa sepeda lagi. Gantian kamu yang jemput aku.” Kata Firman. “Oh.. gitu. Ya makanya do’ain aku Man biar cepat punya sepeda. Nanti kan aku bisa jemput kamu.” Kata Aldi. “Iya.. iya aku do’akan kamu biar cepat punya sepeda baru. Terus kita bisa main balapan sepeda.” Kata Firman. “Hehe iya. Tapi aku nggak mau balapan. Entar kalo sepeda aku lecet gimana ?” kata Aldi sedikit bercanda. “Hahaha.. kalo lecet kasih ke aku aja.” Kata Firman. Mereka pun terus bercanda gurau di sepanjang jalan.
Malam hari Aldi mengecek buku tabungannya di bank. “Hemm kayanya udah banyak nih uangnnya. Udah bisa nggak ya aku buat beli sepeda.” Kata Aldi dalam hati. Malam itu ayah Aldi kebetulan tidak berjualan bakso. “Pak, menurut bapak uangku apa udah cukup buat beli sepeda ?” tanya Aldi. “Yaa.. bapak nggak tau. Tapi kayanya udah cukup.” Kata Ayah Aldi. “Terus belinya kapan pak ?” tanya Aldi. “Besok juga bisa.”kata Ayah Aldi. “Beneran bapak mau temenin aku beli sepeda ?” tanya Aldi. “Iya.” Kata Ayahnya. “Yeeeee... akhirnya Aldi punya sepeda.” Kata Aldi senang. Dia pun masuk ke kamarnya dan membaringkan badannya di atas tempat tidur.
Esok hari, seperti biasa Firman menjemput Aldi. Saat di perjalanan Firman melihat Aldi semangat, ceria dan slalu tersenyum tak seperti tak biasanya. “Al, kamu kenapa sih ? kok kaya beda banget. lagi seneng ya ?” tanya Firman. “Nggak kok man. Biasa aja nih.” Kata Aldi. “Muka kamu tuh, kok nggak kaya biasanya. Biasanya tuh muka kamu garang, ini malah pasang muka manis dan slalu tebar senyum. Kaya cewek aja.” Kata Firman. “Ih.. apaan sih kamu Man. Emang aku sekarang lagi seneng.” Kata Aldi. “Seneng kenapa ?” tanya Firman. “Emmm.. nggak jadi deh.” Kata Aldi. “Ih, nyebelin banget ni orang ya. di tanya serius nggak jadi. Apaan sih Al. Kasih tau aku.” Kata Firman. “Iya deh. Aku seneng soalnya uang tabunganku udah terkumpul banyak. Insya Allah sebentar sore aku mau beli sepeda.” Kata Aldi. “Apa ? beneran kamu mau beli sepeda ? Wah... selamat ya.” kata Firman. “Iya, tapi kalo jadi.” Kata Aldi. “Yakin.. pasti jadi kok. Hehehe..” kata Firman.
Pulang sekolah Aldi pun masuk ke dalam rumah. “Assalamualaikum...” kata Aldi sambil masuk rumah. Dan di lihat tak ada orang di rumah. “Huuh.. Ibu kemana sih.” Kata Aldi. Tulililit... telfon rumah berbunyi. “Halo, Assalamualaikum” kata Aldi. “Waalaikumsalam.. Aldi, ini Ibu nak. Sekarang Ibu dengan bapak kamu di rumah sakit.” Kata Ibu Aldi. “Emangnya ada apa Bu di rumah sakit ?” tanya Aldi. “Paman Gunawan kamu habis kecelakaan, dan harus oprasi. Kalo tidak begitu paman kamu tidak terselamatkan.” Kata Ibu Aldi. “Astagfirullah.. Terus bagaimana keadaan Paman Gunawan Bu ?” tanya Aldi. “Paman masih belum sadarkan diri dan harus cepat di oprasi. Tapi sebelum oprasi harus memberikan uang terlebih dahulu. Ibu hanya meminta tolong, uang tabungan kamu itu Ibu pinjam dulu untuk biaya paman kamu ya. Uang Ibu dan bapak masih kurang Al.” Kata Ibu Aldi. “Emmm.. iya Ibu pinjam saja tidak apa-apa..” kata Aldi. “Makasih ya Aldi. Sekarang kamu langsung ke rumah sakit aja ya.” kata Ibu Aldi. “Iya Bu.” Kata Aldi. Telfonnya pun mati. Aldi segera ganti baju dan berangkat ke rumah sakit.
Esok hari pagi-pagi Firman menunggu Aldi. “Hai Al. Mana sepeda kamu ?” tanya Firman. “Aku nggak jadi beli sepeda kok Man.” kata Aldi. “Loh, kenapa ?” tanya Firman. “Uangku di pake buat biaya Paman Gunawan oprasi.” Kata Aldi. “Oh.. gitu ya. Ya udah lah.. sabar aja. Kan beli sepeda itu bisa di tunda, sedangkan nyawa orang itu nggak bisa di tunda menyelamatkannya.” Kata Firman. “Iya Man. makanya itu. Lagian aku juga udah nggak mikirin sepeda lagi kok.” Kata Aldi. “Iya baguslah. Ya udah ayo kita pergi.” Kata Firman. Mereka berdua pun pergi ke sekolah. Sejak saat itu Aldi sudah tak menginginkan sepeda lagi. Karena sekarang Aldy telah menduduki kelas 3 SMP, makanya dia menabung lagi untuk persiapan mendaftar di SMA. (Erin Dwi M)

Cepen Dewasa : Jodoh Pasti Bertemu



“Ooh iya. Ini kan memang toko baju ya pastinya kakak beli baju.” Kataku. Malu rasanya bertemu dengannya. Karena aku menjadi salah tingkah di hadapannya. Ada rasa bahagia bertemu dengannya, tapi ada rasa sedih. Karena aku takut dia sudah menjadi milik orang lain.

“Mama..” teriakku. Aku mencium tangan dan memeluknya. Sejenak aku meneteskan air mata. Tapi aku segera menghapusnya.
“Ayo cepat bawa barang-barang kamu kesini.” Katanya sambil menunjuk ke kamarku yang telah lama ku tinggalkan.
“Kayanya kamarku nggak ada yang berubah nih. Malah lebih rapi. Pasti mama ya yang bersihin ??”
“Iya dong. Kamu tau sendiri kan mama paling nggak suka yang namanya berantakan dan kotor.” Katanya.
Aku tertawa kecil. Setelah itu kita makan bersama ayah tiriku, keponakanku dan adikku.
Pagi hari, aku pun pergi ke pasar unit 11 bersama keponakanku. Pada saat itu hari minggu jadi keponakanku libur sekolah.
Saat aku membeli sayur, aku bertemu seorang ibu yang wajahnya seperti tak asing lagi bagiku. Tapi aku tidak ingat siapa ibu itu. Yaa maklum, sudah hampir 7 tahun aku tidak ke unit 11. Yang ku ingat hanya tetanggaku di dekat rumahku saja.
Setelah itu aku pergi ke penjual jilbab. Aku masih ingat tempatku membeli jilbab waktu aku masih SMA dulu. Disitu aku bertemu temanku.
“Nisa.” Panggilku.
“Hei. Mmmm siapa ya ?” tanyanya dengan raut wajah heran.
“Masa sudah lupa sih ? Aku teman sekelasmu dulu kelas 2 sampai kelas 3. Yang tinggal di… Agro.” Kataku.
“Hah ? kamu Erin ?” Tanyanya heran.“Kamu kok udah agak lain ya. Muka kamu keliatan dewasa dan kamu juga sudah nggak hitam lagi.” Katanya sambil tertawa.
“Iih, kaya kamu juga nggak berubah. Tapi, alis kamu kok tetap tebal yah.” Kataku sambil tertawa.
“Bisa aja. Apa profesi kamu sekarang ?” tanyanya.
“Aku kemarin kuliah jurusan astronomi. Meski bukan FKIP tapi aku mau ngelamar jadi guru aja.”
“Tapi disini nggak ada Astronomi.”
“Aku pernah kursus bahasa inggris dan computer. Mungkin aku bisa ambil bidang itu. kalo nggak Fisika aja.” Kataku.
“Hmmmp dulu aja Fisika sering remedial.” Kata Nisa dengan nada mengejek.
“Dulu kan dulu. Sekarang kan beda Nis.”
 “Hmmm Ya udah selamat aja buat selesainya pendidikanmu.” Katanya.
“Kalau kamu kerja apa sekarang ??”
“Aku kerja di Puskesmas.”
“Hmmp selamat ya. Sudah lama kamu kerja disitu ?”
“Sudah hampir 3 tahun Rin. Aku tau kok, kamu wisuda baru 8 bulan yang lalu kan ?”
“Iya kamu kok tau. Aku jadi malu nih karena nggak barengan dengan lettinganku.”
“Nggak apa-apa kok. Aku tau semua. Aku baca blog kamu kok.”
“Gitu ya. Hmmp baguslah kalo kamu tau aku berhenti 2 tahun.” Kataku sambil tersenyum. Ada rasa malu sebenarnya dalam hatiku. Atpi aku mencoba tenag. “Kamu sudah menikah ?” tanyaku.
“Oooh iya. Gara-gara ke asyikan ngobrol sama kamu jadi lupa deh. Aku udah mau nikah, bulan depan. Datang ya. Nanti aku kasih kamu undangan.” Katanya.
“Iya, Insya Allah.”
Setelah melihat-lihat aku mebeli jilbab dan pergi ke toko baju. Disana keponakanku meminta sebuah baju. Aku menyuruhnya melihat-melihat dan memilih satu baju. Aku pun melihat baju untuk kepesta pernikahan Nisa. Disitu aku bertemu seseorang yang ku lihat di depan Super market. Dia juga memandangiku.
“De’.” Panggilnya.
“Iya kak.” Sahutku.
“Kamu sudah pulang ?” tanyanya dengan nada heran.
“Iya kak. Kak ngapain disini ?”
“Aku sedang mencari baju.”
“Ooh iya. Ini kan memang toko baju ya pastinya kakak beli baju.” Kataku. Malu rasanya bertemu dengannya. Karena aku menjadi salah tingkah di hadapannya. Ada rasa bahagia bertemu dengannya, tapi ada rasa sedih. Karena aku takut dia sudah menjadi milik orang lain.
“Mas, ini bajunya.” Kata seorang pegawai toko itu sambil memberi bungkusan baju.
“Oh iya makasih mbak.” Katanya.”Rin aku pergi dulu ya.” Katanya lagi kepadaku.
“Ooh iya kak.” Kataku sambil tersenyum. Terlihat sepintas dalam bungkusan itu berisi  baju gaun berwarna ping dengan desain yang indah. Serasa hatiku ingin menangis. Melihatnya tlah menjadi milik orang lain. Ya Allah, ampunilah dosaku. Tlah berharap kepada pria yang sudah dimiliki orang lain.
Bunga keponakanku pun meberikan baju yang telah ia pilih aku pun mengambil baju yang telah ku pilih juga dan aku pun membayarnya.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikum salam.” Jawabku. Aku keluar dan melihat. “Kak Tauhid. Silahkan masuk kak.” Kataku.
Ia pun masuk dengan membawa bingkisan kue.
“Mana adikmu ? Bunga dan Ahmat ?” tanyanya.
“kakak kenal mereka ?”
“Iya. Udah cepat panggilkan mereka.”
Aku pun ke belakang dan memanggilnya. Mereka berlarian.
“Kakak.” Kata Bunga.
“Iya nih bawa kue kamu dengan adek kamu yang kecil.” Katanya.
Aku sangat merasa heran. Mengapa mereka bisa saling mengenal  ? Tak lama ibuku keluar.
“Loh, le kamu kesini kok nggak bilang-bilang.”
“Iya maaf bu. Aku Cuma mau bikin kejutan aja.” Katanya .
“Oalah. Rin cepat bikinkan minum buat tamunya ini.”
Aku benar-benar tak habis fikir kenapa mereka bisa sangat akrab. Aku merasa takut. Ya Allah, apakah ini ? kataku dalam hati.
Tak lama aku mengantar minuman itu.
“Ma, kenapa bisa akrab sama dia ?” bisikku kepada ibuku.
“Mama udah kenal lama dengan dia sejak dia kesini dengan siti.”
“Iya aku tau tapi, apa mama tau..”
“Iya mama tau kamu dulu pacaran sama dia kan ? dasar anak nakal !”
“Tapi jangan marah dia yo ma.”
“Iya. Dia orangnya baik kok. Lagian mama taunya pas kamu sudah pergi. Dia sering kesini. Terus cerita kalo dia pacar kamu. Tapi mama bilang sama dia jangan hubungi kamu sebelum kamu menyelesaikan pendidikanmu.”
“Oooh jadi itu alasannya dia mutusin aku ma.” Kataku dengan nada agak keras.
“Iya De’. Aku juga sudah di janji sama mama kamu, kamu nanti nikah sama aku.” Kata Kak Tauhid.
“Iya Rin, mama sudah restui kamu.” Kata Mama.
Aku sangat bahagia. Benar pepatah mengatakan, kalau jodoh nggak kemana. Dan.. Ya Allah trimakasih Engkau tlah mempertemukanku dengan jodohku. (Erin)

Cerpen Remaja : Hadiah Valentine



“Huuuuaam..”. pukul 06.00 Andin baru bangun dari tidurnya. Ia langsung ke kamar mandi hendak mencuci muka. Hari ini hari minggu, jadi Andin tidak ke sekolah. Setelah dari kamar mandi ia menyisir rambutnya yang berantakan itu sambil bernyanyi-nyanyi. Setelah itu ia mengambil hapenya dibawah bantal, wajah yang tadinya ceria jadi murung. Andin merasa sedih karena tidak ada sms dari Fahri. Sudah satu bulan yang lalu ia putus dengan Fahri. Ia sedih banget. ditambah hapenya banyak sms dari teman-temannya tentang valentine
 
“Uuuh suruh nyebarin segala, biar gue sebarin gue nggak bakal balikkan lagi ama Fahri. Iih..” gerutu Andin.
 Ia pun sempat menangis, teringat terakhir ia melihat Fahri sedang berjalan bersama Desi mantan Fahri sebelum Fahri pacaran ama Andin. Andin pun keluar dan meninggalkan hapenya. Ia pun pergi kerumah Nana yang tak jauh dari rumahnya.
Sesampai rumah Nana, ia diajak masuk kamar Nana.
“Kenapa lu pagi-pagi gini dah kerumah. Biasanya lu kesininya kan agak siang.” Tanya Nana.
“Gue..” tak sempat melanjutkan Andin pun menagis.
“Lu kenapa din ?”
 “Na, gue mau tanya. Menurut lo apa sebenarnya gue yang salah ya ? gue pacaran ama mantan temen sekelas gue. Apa gue ini dibilang perebut pacar orang. Tapi itu salah Desi sendiri kan. Kenapa dia mutusin Fahri kalo dia masih sayang sama Fahri.”
 “Hmmmm.. gue kan udah pernah bilang, kalo lu itu kagak salah. Lu bukan perebut pacar orang din. Buktinya Fahri lebih milih lu daripada Desi. Dan emang bener sih. Kalo Desi mikir lu ngerebut Fahri dari dia, itu ya emang salah dia. Kenapa dia dulu sok mutusin Fahri dan berharap Fahri ngajak balikan.”
“Tapi... kalo mereka balikan lagi gimana ?”
“Nggak..nggak bakal !! Gue tau Fahri itu nggak pernah suka ama Desi. Cuma Desi aja yang ngejar-ngejar Fahri. Fahri aja terpaksa pacaran ma dia. Dan dia kira Desi itu baik. Tapi akhirnya dia tau semua sifat Desi. Dan sifatnya bikin Fahri benci sama dia. Dan pastinya Fahri nggak bakal ngajak Desi balikan.”
“Gue cuma takut aja Na. Soalnya nggak lama ini gue liat Fahri jalan bareng Desi.”
“Mungkin mereka dekat karena urusan OSIS.”
“Hmmm... kenapa gue harus khawatir. Gue aja sekarang dah bukan siapa-siapanya Fahri kan ? meski mereka balikan nggak apa-apa kok.”
“Alaaah.. gue tau kalo lo itu masih sayang sama dia kan ?”
“Iyaa Na. Gue nggak tau kenapa bisa sayang banget sama dia.”
 Dan mereka terus ngobrol. Nana juga bercerita tentang dia dan Vino yang lagi marahan. Meski Vino bukan pacarnya, tapi dia sayang banget sama Vino.
Sepulang sekolah Andin menggayuh sepeda mini warna pink ke sebuah toko boneka. Dengan masih mengenakan seragam SMA ia pun masuk ke toko itu. Ia mencari boneka piglet (tokoh kartun mirip semut berwarna pink teman winnie the pooh). Ia berputar-putar mencari boneka itu tapi tak menemukannya.
“Cari ini ya?” kata seseorang dari belakang Andin.
 Andin pun berbalik.
“Fahri.” Katanya dalam hati.
 Ia tak bisa berkata apa-apa.
“Lo cari ini Din.” Tanya Fahri.
“I..i..iya Fahri.” Jawab Andin gugup.
 “Nih.” Kata Fahri sambil memberikan boneka piglet.
“Makasih Far.”
Fahri hanya membalas dengan senyuman dan pergi.
 “Ooooh serasa mau mati melihatnya.” Kata Andin dalam hati.
 Ia pun segera kekasir dan membayar boneka itu. Kemudian ia pulang. Di perjalanan ia tersenyum sendiri.
“Ya Tuhan, terimakasih engkau mempertemukanku dengannya dan membuatnya tersenyum kepadaku. Senyuman yang selama ini ku rindukan.” Kata Andin dalam hati. “Mmmm tadi dia ngapain ya di toko boneka ? masa dia mau beli boneka sih ? tapi buat siapa ? buat adiknya nggak mungkin. Adiknya aja cowo. Masa mau main boneka sih. Buat temennya. Tapi siapa ? Desi ? Desi nggak suka boneka. Atau buat dia sendiri ? Masa dia gitu sih. Iiih nggak mungkin. Dia kelainan.” Kata Andin dalam hati.
Esok hari disekolah. Anak-anak pada ngumpul depan mading.
“Acara Valentine di sekolah ? malam ini ! bagi yang mau ikut daftar ke panitia. Batas jam 11 siang ini. Anak OSIS wajib ikut.” Andin membaca brosur di mading.
 “Din, lo ikut ?” tanya Nana.
“Nggak kayanya Na. Gue males.”
“Gue juga. Coba aja anak sekolah lain boleh ikut pasti gue ikut.”
 “Mang lo mau pergi ama siapa ?”
“Sesuatu.”
 “Ooh ama si ‘V’ virus ?”
 “Iiih jangan sembarang ngomong deh.”
“Becanda Na. Gitu aja dah anggap serius.”
Pulang sekolah, Andin ganti baju dan berbaring sejenak. Setelah hendak terlelap tidur terdengar teriakan Ibunya.
“Andin. Kalo mau tidur cuci baju dulu. Itu cucianmu banyak sekali. Masa harus Ibu terus yang mencucikan baju sekolahmu. Dan cuci itu tasmu. Sudah berapa minggu kamu pakai dan kamu tidak cuci-cuci sampe sekarang.”
“Huuh ibu ini kacau sekali !” kata Andin sebal.
 Ia langsung bergegas mengumpulkan pakaian dan mengeluarkan buku dalam tasnya. Tiba-tiba ada sehelai bunga mawar dengan sebuah kertas dalam tasnya.
“Loh, kok ada mawar ? siapa yang naroh. Kapan narohnya. Gue kok nggak liat di sekolah tadi.”
Ia pun membaca kertas itu. Setelah membacanya ia sangat senang ia pun bergegas mencuci baju.
Malam hari, Andin berdandan dengan mengurai rambutnya, memakai rok panjang dan baju warna biru dilapisi blazer putih. Dan keluar menggunakan sepedanya. Ia pergi ke taman. Sesampai disana ia tak melihat siapa-siapa. Ia duduk di kursi putih sambil memegang bunga mawar yang ia dapat didalam tasnya. Beberapa menit kemudian ada yang mendeham di belakang Andin. Andin pun berdiri dan menengok ke belakang. Ia melihat Fahri dengan penampilan keren. Andin hanya diam tak berkata apa-apa. Fahri pun mendekati Andin. Di pegang tangan Andin dan ia menciumnya. Andin pun merasa kaget karena Fahri memperlakukannya seperti saat mereka masih pacaran.
“Kenapa lo...” kata Andin.
“Gue, masih sayang sama lo Din.”
Fahri pun memeluknya.
“Gue juga masih sayang lo Far.”
“Maafin gue Din. Nggak pernah ada maksud dalam hidup gue buat jauh dari lo. Karena gue tau, gue emang nggak bisa jauh dari lo.”
“Gue juga nggak pernah ada maksud buat ngecewain lo. Gue dah berusaha. Tapi gue nggak bisa dapat nilai sebaik yang dulu. Maafin gue Far.”
“Iya nggak apa-apa. Lagian gue dah sadar ko. Kalo sebenarnya nilai itu nggak bisa mengubah cinta gue sama lo. Gue Cuma pengen lo cerdas kaya dulu lagi. tapi gue nggak pengen kehilangan lo.”
“Gue juga nggak pengen kehilangan lo Far. Gue cinta banget sama lo.” (sambil nangis)
“Udaah nggak usah nangis lebahku sayang ini. Dari dulu kok nggak pernah berubah, cengengnya tetep.”
“Iiiih.. lo ngeledek ya. dasar semut jelek.”
“Ih, lebah bilang gue jelek. Aduh lebah kaya nggak bisa liat orang cakep. Masa gue yang super cool di SMA masih di bilang jelek.”
Andin Cuma tersenyum dan terus memeluk Fahri (Edm).

Cerpen Remaja : Wajah Biru



Wajah Biru


Teng..teng.. bel pulang berbunyi. Siswa-siswi di SMA Harapan pun berhamburan keluar dari kelas. “Fer, lu nggak ikut kita ?” tanya Andi. ”Nggak ah. Hari ini gue harus pulang cepat bro. Soalnya ini hukuman bokap gue. Lain kali aja ya.” kata Feri. “Ah lu, nggak seru. Ya udah gue dan anak-anak duluan ya.” kata Andi. “Iya iya..” balas Feri
Setelah itu Feri pun berjalan menuju halte bus. Dan tiba-tiba ia melihat Ibu-ibu yang sedang di rampok. Feri pun langsung lari dan menolong ibu itu. “Bang, kalo mau ngerampok ibu ini jangan kasar dong.” Kata Feri. “Eh lu, anak kecil nggak tau apa-apa nggak usah ikut campur urusan gue. Namanya orang ngerampok itu emang harus kasar. O’on banget sih lu.” Kata orang itu. “Yah, gue emang kagak tau bang. Gue kan kagak pernah ngerampok. Ngerampok itu dosa bang. Abang mau entar masuk neraka ?” Kata Feri sambil tertawa. “Eh lu ngeledek gue ye..” kata orang itu kemudian menghantam wajah Feri dengan pukulan keras. “Uuh.. bang kalo mukul pelan-pelan dong bang.” Kata Feri. “Banyak bacot lu.” Orang itu hendak memukul Feri lagi tapi Feri pun menangkisnya. Dan terjadi perkelahian di tempat itu. Ibu yang di rampok itu pu lari ketakutan dan mencari pertolongan. Tak lama banyak orang datang ke tempat itu dan melerai. Kemudian perampok itu di bawa ke tempat yang aman. “Terimakasih ya dek sudah menolong Ibu.” Ucap Ibu itu. “Iya sama-sama Bu. Kan itu sudah kewajiban kita untuk menolong orang lain bu.” Kata Feri. “Lo dek wajah kamu biru. Ayo kita ke rumah sakit terdekat untuk mengobati wajah kamu itu.” Kata Ibu itu. “Mmm nggak usah bu. Saya buru-buru pulang. Lagian ini Cuma luka ringan.” Kata Feri. Kemudian Feri pun lari menuju halte bus. Dan tak lama bus berhenti dan Feri naik di dalamnya.
***
“Feeeriiiii... kenapa jam segini baru pulang dan kenapa wajah kamu biru seperti itu ?? haa ?” teriak Ibunya kaget. “Maaf bu, tadi itu Feri..” “kamu kenapa ? berkelahi lagi dengan sekolah lain ? iya ? kamu tuh ya, kapan bisa jadi anak baik-baik ? ibu cape nasehatin kamu terus.” “Tapi Bu, semua nggak seperti yang Ibu pikirkan. Aku tadi..” “Halah nggak usah banyak bicara. cepat kamu masuk kamar, ganti baju dan tidur. Siap-siap kamu mau di sidang sama ayah kamu sebentar.” Feri pun langsung masuk. “Hemm.. biar ibu galak kaya apapun tetap aja perhatiannya nggak berkurang buat gue. Gue bangga banget punya ibu kaya gitu.” Katanya dalam hati.
Malam harinya, Feri dan keluarganya pun berkumpul bersama di ruang keluarga. “Feri, Feri, padahal kamu sekarang masih menjalankan masa hukuman dari ayah. Tapi kamu sudah melanggarnya. Baru 2 minggu yang lalu kamu ikut tawuran antar sekolah. Sekarang kamu berkelahi lagi. Lebih baik ayah nggak usah sekolahin kamu kalau begini carannya.” Kata ayah Feri. “Tapi yah.. Feri tadi itu..” “Sst.. sudah. Ayah sudah tau kebiasaan kamu. Kamu sering membantah apa yang ayah katakn. Untuk kali ini ayah nggak akan biarkan kamu bicara.” Feri pun terdiam. “Liat tuh wajah kamu biru, birunya dekat mata lagi. Kaya panda setengah jadi aja. Anak ayah kan jadi nggak ganteng lagi.” “Hahay.. bearti aslinya gue nih handsome yaa.. ayah terlalu jujur.” Kata Feri dalam hati.
***
Esok hari, di sekolah Feri berjalan dengan santai. Hampir semua siswa-siswi SMA yang melihatnya tertwa kecil. “Eh, lu ngapain ngeliatin gue ? berani lu sama gue ?” tegurnya kepada salah seorang yang menatapnya.
Tak lama ia pun sampai di kelasnya. “Hei Fer, kenapa muka lo itu ?” tanya Andi. “Kenapa ? aneh ya ?” tanya Feri. “Iya. Soalnya jarang-jarang gue liat lu kaya gini. Kayannya lu kena pukul nih.” Kata Andi. “Iya emang.” Balas Feri santai. “Ceeileeh.. tumben lu kena pukul gini. Biasanya kalo lu berantem tu pasti yang biru mukanya lawan, ini kok malah lu sih yang biru. Haha..” ledek Andi. “Hmmm.. iya emang sih. Tapi emang lawan gue bukan anak seumuran kita.” Jelas Feri. “Lhaa terus lawan lu sapa ? kakek-kakek atau ??” tanya Andi. “Preman jalanan An. Itu aja gue nggak sempat nangkis.” Jawab Feri. “Iih kenapa lu sampe bisa berurusan ama preman ?” tanya Andi. “Iya, soalnya gue nolongin ibu-ibu yang mau di rampok preman itu. Kan kasian kalo nggak di tolongin.” Jelas Andi. “Oh. Iya-iya. Tumben lu baik hati.” ledek Andi. “Iih, perasaan dari dulu gue baik hati deh. Cuma lu nya aja yang nggak sadar.” Balas Feri. Mereka pun tertawa bersama.
***
Sepulang sekolah, di rumah Feri langsung masuk di kamar. Tak lama ia keluar menuju ruang makan. “Fer.” Panggil Ibunya. “Iya, bu. Ada apa ?” jawab Feri, “Ini gelang kamu kan ?” tanya Ibu Feri. “Lo kok bisa ada sama Ibu ?” tanya Feri heran. Dan ia melihat di tangannya ternyata gelang itu tidak ada. “Iya tadi ada ibu-ibu kesini dan mengantar gelang kamu. Dan ibu sudah tau semua kok.” Jelas Ibunya. “Benarkah ? jadi Ibu sudah tidak marah sama aku lagi kan ?” tanya Feri. “Iya Fer. Ibu juga bangga sama kamu. Walaupun kamu nakal, suka tawuran. Tapi kamu juga masih mau menolong orang lain.” Kata Ibunya. Feri hanya tersipu. “Sebenarnya Ibu tidak suka kamu punya bakat berkelahi. Tapi kalo kamu gunakan untuk berbuat kebaikkan nggak masalah kok.” Lanjut Ibunya lagi. “Makasih bu.” Feri tersenyum puas. “Dan nanti kamu ke apotik sana beli obat buat luka di wajahmu itu. Biar wajahmu tidak biru seperti itu.” Kata Ibunya. “Iya bu.” Ujar Feri.
Akhirnya orang tua Feri tau yang sebenarnya. Feri pun merasa lega. (Erin Dwi M)