SEPEDA
Pagi hari Aldi
hendak pergi ke sekolah. Dia menunggu Firman temannya datang menjemputnya. Tak
lama Firman datang dengan sepeda barunya. “Wah sepeda baru ya ?” goda Aldi.
“Hehe, iya dong. Ya udah ayo kita berangkat.” Kata Firman. Akhirnya mereka pun
berangkat ke sekolah. “Sepeda Firman bagus juga ya.” kata Aldi dalam hati.
Saat di
sekolah, bel istirahat berbunyi. “Al, ayo ke kantin.” Ajak Firman. “Nggak ah
Man. Lagian aku masih kenyang kok.” Kata
Aldi. “Emangnya kamu udah sarapan ?” tanya Firman. “Udah kok. Kamu ajak teman
yang lain aja ya.” kata Aldi. “Iya deh.” Kata Firman dan dia pergi. Sebenarnya
Aldi ingin sekali ke kantin. Tapi uang sakunya harus dia tabung untuk membeli
sepeda. Karena dia tak ingin merepotkan Firman yang setiap hari menjemputnya.
Sore hari
Firman datang ke rumah Aldi. “Aldi..” teriak Firman dari depan rumah Aldi. Tak
lama Aldi keluar. “Aldi main yuk.” Ajak Firman. “Main apa ? dan dimana ?” tanya
Aldi. “Main bola Al. Dan nanti kita main balap sepeda juga.” Kata Firman. “Aku
kan nggak punya sepeda Man.” Kata Aldi. “Nanti kan bisa gantian pake sepedaku.”
Kata Firman. “Nggak ah, lagian aku lagi bantu ibuku bikin bakso. Lain kali aja
ya Man.” Kata Aldi. “Ya udah, besok ya Al mainnya.” Kata Firman. “Insya Allah,
kalau aku nggak sibuk.” Kata Aldi. Firman pun pergi.
Setiap hari Aldi membantu kedua orang tuanya
berjualan bakso. Setiap kali Aldi pulang berjualan dia selalu di beri uang oleh
ayahnya. Dan uang itu ia tabung untuk membeli sepeda. Dia menabung di sebuah
bank. Setiap hari sabtu Aldi ke Bank untuk menabung. Dan di sekolahnya Aldi
juga tak pernah jajan lagi.
Pagi hari
seperti biasa Firman menjemput Aldi. Firman memberikan sepedanya kepada Aldi.
Aldi pun yang menyetir sepeda itu. Di perjalanan mereka pun saling ngobrol.
“Man, kamu nggak ngerasa lain sama aku ?” tanya Aldi. “Maksudnya apaan sih Al
?” tanya Firman tak mengerti. “Maksudku kamu nggak pernah merasa kalau aku
sering ngerepotin kamu ? setiap hari aku kan nebeng kamu terus.” Kata Aldi. “Ya
ampun Al. Kamu mikir apa sih ? aku tuh malah nggak pernah mikir kaya gitu. Kamu
nggak pernah ngerepotin aku kok. Wajar Al aku sering jemput kamu. Kita kan
sahabat. Malah aku ngerasa aku yang sering bikin repot kamu.” Kata Firman. “Lo
emangnya kamu pernah bikin repot aku ? kayanya nggak pernah deh Man.” kata
Aldi. “Ada kok. Setiap hari aku bikin repot kamu. Kamu selalu aku suruh nyetir
sepeda.” Kata Firman. “Hahahaha... itu wajar Man. Aku kan numpang sepeda kamu.
Balasannya aku yang bawa sepedanya.” Kata Aldi. “Haha.. kamu bisa aja Al.” Kata
Firman. “Bisalah. Eh, Man kalo aku udah punya sepeda gimana ?” tanya Aldi.
“Yaa... aku nggak perlu bawa sepeda lagi. Gantian kamu yang jemput aku.” Kata
Firman. “Oh.. gitu. Ya makanya do’ain aku Man biar cepat punya sepeda. Nanti
kan aku bisa jemput kamu.” Kata Aldi. “Iya.. iya aku do’akan kamu biar cepat
punya sepeda baru. Terus kita bisa main balapan sepeda.” Kata Firman. “Hehe
iya. Tapi aku nggak mau balapan. Entar kalo sepeda aku lecet gimana ?” kata
Aldi sedikit bercanda. “Hahaha.. kalo lecet kasih ke aku aja.” Kata Firman.
Mereka pun terus bercanda gurau di sepanjang jalan.
Malam hari Aldi
mengecek buku tabungannya di bank. “Hemm kayanya udah banyak nih uangnnya. Udah
bisa nggak ya aku buat beli sepeda.” Kata Aldi dalam hati. Malam itu ayah Aldi
kebetulan tidak berjualan bakso. “Pak, menurut bapak uangku apa udah cukup buat
beli sepeda ?” tanya Aldi. “Yaa.. bapak nggak tau. Tapi kayanya udah cukup.”
Kata Ayah Aldi. “Terus belinya kapan pak ?” tanya Aldi. “Besok juga bisa.”kata
Ayah Aldi. “Beneran bapak mau temenin aku beli sepeda ?” tanya Aldi. “Iya.”
Kata Ayahnya. “Yeeeee... akhirnya Aldi punya sepeda.” Kata Aldi senang. Dia pun
masuk ke kamarnya dan membaringkan badannya di atas tempat tidur.
Esok hari,
seperti biasa Firman menjemput Aldi. Saat di perjalanan Firman melihat Aldi
semangat, ceria dan slalu tersenyum tak seperti tak biasanya. “Al, kamu kenapa
sih ? kok kaya beda banget. lagi seneng ya ?” tanya Firman. “Nggak kok man.
Biasa aja nih.” Kata Aldi. “Muka kamu tuh, kok nggak kaya biasanya. Biasanya
tuh muka kamu garang, ini malah pasang muka manis dan slalu tebar senyum. Kaya
cewek aja.” Kata Firman. “Ih.. apaan sih kamu Man. Emang aku sekarang lagi
seneng.” Kata Aldi. “Seneng kenapa ?” tanya Firman. “Emmm.. nggak jadi deh.” Kata
Aldi. “Ih, nyebelin banget ni orang ya. di tanya serius nggak jadi. Apaan sih
Al. Kasih tau aku.” Kata Firman. “Iya deh. Aku seneng soalnya uang tabunganku
udah terkumpul banyak. Insya Allah sebentar sore aku mau beli sepeda.” Kata
Aldi. “Apa ? beneran kamu mau beli sepeda ? Wah... selamat ya.” kata Firman.
“Iya, tapi kalo jadi.” Kata Aldi. “Yakin.. pasti jadi kok. Hehehe..” kata
Firman.
Pulang sekolah
Aldi pun masuk ke dalam rumah. “Assalamualaikum...” kata Aldi sambil masuk
rumah. Dan di lihat tak ada orang di rumah. “Huuh.. Ibu kemana sih.” Kata Aldi.
Tulililit... telfon rumah berbunyi. “Halo, Assalamualaikum” kata Aldi.
“Waalaikumsalam.. Aldi, ini Ibu nak. Sekarang Ibu dengan bapak kamu di rumah
sakit.” Kata Ibu Aldi. “Emangnya ada apa Bu di rumah sakit ?” tanya Aldi.
“Paman Gunawan kamu habis kecelakaan, dan harus oprasi. Kalo tidak begitu paman
kamu tidak terselamatkan.” Kata Ibu Aldi. “Astagfirullah.. Terus bagaimana
keadaan Paman Gunawan Bu ?” tanya Aldi. “Paman masih belum sadarkan diri dan
harus cepat di oprasi. Tapi sebelum oprasi harus memberikan uang terlebih
dahulu. Ibu hanya meminta tolong, uang tabungan kamu itu Ibu pinjam dulu untuk
biaya paman kamu ya. Uang Ibu dan bapak masih kurang Al.” Kata Ibu Aldi.
“Emmm.. iya Ibu pinjam saja tidak apa-apa..” kata Aldi. “Makasih ya Aldi.
Sekarang kamu langsung ke rumah sakit aja ya.” kata Ibu Aldi. “Iya Bu.” Kata
Aldi. Telfonnya pun mati. Aldi segera ganti baju dan berangkat ke rumah sakit.
Esok hari
pagi-pagi Firman menunggu Aldi. “Hai Al. Mana sepeda kamu ?” tanya Firman. “Aku
nggak jadi beli sepeda kok Man.” kata Aldi. “Loh, kenapa ?” tanya Firman.
“Uangku di pake buat biaya Paman Gunawan oprasi.” Kata Aldi. “Oh.. gitu ya. Ya
udah lah.. sabar aja. Kan beli sepeda itu bisa di tunda, sedangkan nyawa orang
itu nggak bisa di tunda menyelamatkannya.” Kata Firman. “Iya Man. makanya itu.
Lagian aku juga udah nggak mikirin sepeda lagi kok.” Kata Aldi. “Iya baguslah.
Ya udah ayo kita pergi.” Kata Firman. Mereka berdua pun pergi ke sekolah. Sejak
saat itu Aldi sudah tak menginginkan sepeda lagi. Karena sekarang Aldy telah
menduduki kelas 3 SMP, makanya dia menabung lagi untuk persiapan mendaftar di
SMA. (Erin Dwi M)